PAJAK MENUAI GUGATAN

1:29 AM Posted In Edit This 2 Comments »


PAJAK MENUAI GUGATAN
Oleh: Imam Wicaksono dan Elsadila Dini Hanima

Pendahuluan
Dalam kehidupan kita sehari-hari tak pernah lepas dari pembayaran, taruhlah kita sebagai mahasiswi serta mahasiswa Al-azhar, kairo yang sudah terjamin kuliahnya, karena kita mendapat keringan dalam pembayaran kuliah. Namun …. Tidak bisa kita pungkiri, selepas kita kuliah dan kita kembali ke Indonesia, kita akan di hadapkan dengan berbagai fenomena-fenomena yang sedang marak terjadi di Indonesia.

Perlu kita ketahui bahwasanya penulis ingin mengajak sahabat pembaca untuk merenungi sejenak akan system hukum yang ada di Indonesia sekarang ini. Orang jujur sangat jarang kita temui di Negara kita. Bagaimana Negara akan maju jika pemimpin kita sendiri tidak jujur??? Ada sebuah ungkapan sederhana yang saya ambil dari sebuah status FB seseorang “Apa betul di negara kita sekarang ini, wong pinter lan wong jujur malah kojur??? paling tidak banyak yang tersingkir (kerja di negara lain?), tersingkur (gak terpakai) dan tersungkur???!!!

Smoga pertolongan Allah sdh dekat, amin.” Dari sebuah ungkapan diatas sebaiknya kita mawas diri, apakah kita sudah berbuat banyak untuk Negara kita tercinta, orang jujur bukannya untung tetapi merugi. Mereka lebih memilih bekerja di Negara lain, dan mencari penghidupan yang layak di negeri orang.

Indonesia adalah sebuah negara adi daya yang terkenal sebagai nomor 2 penghasil rempah-rempah, serta kaya akan budaya dan kerajinan. Banyak dari para pengrajin di seluruh Negara yang berasal dari cetakan pri Bumi kita. Secara tidak langsung kita sudah membiarkan Negara lain merampas hasil pri bumi kita sendiri. Kita harus menyadari bahwasanya rakyat kita mudah sekali di setir, mereka lebih memilih menjadi TKW serta pekerja di luar negeri.

Sebuah potret kehidupan negara kita yang sangat memprihatinkan. Orang yang miskin makin miskin, serta yang kaya makin berkuasa. Berangkat dari kasus ini, penulis ingin mengutarakan sebuah analisa pendek dari pajak itu sendiri. Apa saja definisi serta pengertiannya, serta bagaimana hukum dari pajak itu sendiri?? Bagaimana sejarah awal mula pemungutan pajak??!

Definisi Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak adalah bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dipaksakan oleh kekuasan publik dari penduduk atau dari barang utk menutup belanja pemerintah. Pajak juga berarti bantuan uang secara insidental

Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Al-Usyr atau Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah ; “Pungutan yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak”. Atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj, akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan dengan tanah secara khusus. Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar.
Adapun pengertian pajak menurut Yusuf Qaradhawi adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada Negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari Negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, social, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh Negara.

Sejarah Perkembangan Pemungutan Pajak
Pada awalnya pajak belum merupakan suatu pungutan melainkan hanya pemberian sukarela dari rakyat pada Raja. Jauh sebelum zaman Romawi danYunani Kuno serta zaman Firaun di Mesir, telah ada suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk. Le Contract Social atau perjanjian masyarakat yang dikemukakan oleh Rousseau adalah teori yang menjawab
pertanyaan mengapa penduduk/rakyat harus patuh pada pemerintah negaranya. Bahwa sebagian dari hak mereka diserahkan kepada suatu wadah yang akan mengurus kepentingan bersama.

Wadah mana kemudian dikenal sebagai L’etat, Staat, State, Negara.
Eksistensi pajak sebagai species dari genus pungutan telah ada sejak zaman Romawi. Pada awal Republik Roma (509-27 SM) dikenal beberapa jenis pungutan seperti censor, questor dan beberapa jenis pungutan lain. Pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada warga tertentu yang disebut publican.
Demikian pula di Mesir, pembuatan piramida yang tadinya merupakan pengabdian dan bersifat suka rela dari rakyat Mesir, pada akhirnya menjadi paksaan, bukan saja dalam bentuk uang, harta kekayaan, tetapi juga dalam bentuk kerja paksa.

Di Indonesia, berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (payment in kind), kerja paksa maupun dengan uang dan upeti telah lama dikenal. Pungutan dan beban rakyat Indonesia semakin terasa besarnya, terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602, dan dilanjutkan dengan pemerintahan colonial Belanda. Ada berbagai macam fungsi pemerintah suatu negara yaitu melaksanakan penertiban (law and order); mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya; Pertahanan; dan menegakkan keadilan yang hal ini dilaksanakan melalui badan-badan pengadilan. Terdapat berbagai sumber penghasilan suatu negara (Public Revenues), antara lain terdiri dari pajak dan denda, kekayaan alam, bea dan cukai, kontribusi, royalti, retribusi, iuran, sumbangan, laba dari badan usaha milik negara dan sumber-sumber lainnya.

Problematika Pajak Saat Ini
Belakangan ini dunia infotaiment tak henti-hentinya membahas masalah kontroversi gayus dalam korupsi pajak. Sebuah kasus yang tak asing lagi kita dengar para penilep dan pemakan uang pajak. Sempat terbersit di hati kita, kemanakah uang kas pajak yang ratusan juta itu perginya??! Lantas untuk apa kita membayar pajak, jika uang pajak kita di makan oleh kebiadaban para gayus yang nakal. Beberapa hari yang lalu,di Indonesia terungkap sebuah kasus para mafia perpajakan. Susno Duadji lah yang sangat berani membongkar kasus ini, yang sebelumnya beliau tlah mengungkap sebuah kasus Bank Century.

Perjalanan aksi para gayus ini tidak akan pernah berjalan mulus tanpa adanya bantuan dari aparat kepolosian, jaksa, hukum, advocate, bahkan seorang pengacarapun bisa terlibat di dalamnya. Yang kalah tidak mau mengalah, tetapi mencari2 alasan agar kalah itu tidak bisa dikalahkan hingga berbuat jalan belakang,,,,,,Masya Allah. Polisi di indonesia yang mulai ketahuan keburukan dan kenaifan dari tindakan polisi semuanya, sedikit demi sedikit mulai terbongkar. Tidak cukup sampai situ, pembayaran pajak yang selama ini telah dibayar masyarakat, ternyata belum tentu masuk ke dalam kas Negara.

Lalu … bagaimana modus gayus korupsi pajak ini terjadi ??! Pada dasarnya semua uang pajak yang kita bayarkan ke kantor Pajak adalah aman dan tidak akan ditilep oleh orang pajak. Kemanakah uang pajak kita dialokasikan ??!
1. Anda membayar melalui Bank atau Kantor Pos.
Setiap setoran pajak akan mendapat nomor unik 16 digit (NTPN) untuk mnghindari kemungkinan pemalsuan Surat Setoran Pajak(SSP).

2. Uang masuk ke rekening pemerintah sesuai kode Map
Map: Mata anggaran penerimaan. Uang pajak yang anda setor langsung masuk ke rekening pemerintah (tidak ada uang tunai dari setoran pajak di seluruh unit instansi DJP).

3. Di alokasikan ke semua instansi sesuai kebutuhan
Tidak seoragpun pegawai pajak dari sopir sampai Dirjen dapat mecairkan dana ini kecuali bendaharawan dari masing-masing instansi Pemerintah (Dgn Tanda tangan kepala Kantor).

4. Sumber dana rutin /pembangunan masing-masing departemen
Contoh : -DPU : membangun jalan, -Depdiknas : gaji guru, -Lainnya : subsidi BBM, listrik, pupuk, Askeskin, raskin, membangun Puskesmas, BLT, penanggulangan dana, dll.
Jika tidak seorang pun yang dapat mencairkan uang pajak, lalu dari manakah uang 25 M itu berasal ???

1. Kemungkinan uang tersebut dari wajib Pajak nakal yang masih mencoba mengatur jumlah pembayaran pajak sesuai dengan keinginan mereka, bukan sesuai kewajiban mereka (Ingat ! Uang ini bukan berasal dari uang pajak yang anda setor)

2. Tetapi seperti di DJP (Direktorat Jenderal Pajak) dimana masih ada segelintir oknum yang msih mencoba "bermain", di kalangan Wajib Pajakpun masih tetap ada yang mencoba mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi.

Syarat-Syarat Pemungutan Pajak Menurut Islam
Islam adalah agama yang anti kedzaliman. Pengutipan pajak tidak dapat dilakukan sembarangan dan sekehendak hati penguasa. Pajak yang diakui dalam sejarah fiqh Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1. Benar – benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar – benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawy.

2. Pemungutan Pajak yang Adil.
Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pengutipan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib dengan syara. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan.
Jangan sampai menimbulkan keluhan dari masyrakat. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan.

3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu.
Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya.

4. Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak. Kepala negara, wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan dalam masyarakat.

Perbedaan antara Pajak dan Zakat
1. Zakat adalah memberikan sebagian harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang mempunyai harta yang telah sampai nishabynya. Sedangkan pajak tidak ada ketentuan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasaa di suatu tempat.

2. Zakat berlaku bagi kaum muslimin saja, hal itu lantaran zakat berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan hal itu tidak mungkin kita katakan kepada orang kafir karena orang kafir tidak akan menjadi suci malainkan harus beriman terlebih dahulu. Sedangkan pajak berlaku bagi orang-orang kafir yang tinggal di tanah kekuasaan kaum muslimin.

3. Yang dihapus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penarikan sepersepuluh dari harta manusia adalah pajak yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat termasuk bagian dari harta yang wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan dikembalikan/diberikan kepada orang-orang yang berhak.
Zakat adalah salah satu bentuk syari’at Islam yang cicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang asal-usulnya biasa dipungut oleh para raja Arab atau non Arab, dan diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak sepersepuluh dari barang dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasannya.

Dalil Haram Pajak
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عن عقبة بن عامر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : ( لا يدخل الجنة صاحب مكس ) وصححه الحاكم {رواه أحمد وأبو داوود والحاكم}
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Penarik pajak itu tidak akan masuk surga." (Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Hakim.)


فقد ثبت في حديث عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نفسي بيده لقد تابت توبة لو تابها صاحب مكس لغفر له ) الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

Di antara manusia ada yang terheran-heran ketika dikatakan pajak adalah haram dan sebuah kezhaliman nyata. Mereka mengatakan mustahil suatu negara akan berjalan tanpa pajak.
Maka hal ini dapat kita jawab : Bahwa Allah telah menjanjikan bagi penduduk negeri yang mau beriman dan bertaqwa (yaitu dengan menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya), mereka akan dijamin oleh Allah mendapatkan kebaikan hidup mereka di dunia, lebih-lebih di akhirat kelak, sebagaimana Allah berfirman:
ولوأنّ أهل القرى أمنوا واتقوالفتحناعليهم بركات من السماء والأرض ولكن كذّبوافأخذناهمبماكانوايكسبون{الأعراف:96}

“Seandainya penduduk suatu negeri mau beriman dan beramal shalih, niscaya Kami limpahkan kepada mereka berkah (kebaikan yang melimpah) baik dari langit atau dari bumi, tetapi mereka mendustakan (tidak mau beriman dan beramal shalih), maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A’raf : 96]
Ketergantungan kita kepada diterapkannya pajak, merupakan salah satu akibat dari pelanggaran ayat di atas, sehingga kita disiksa dengan pajak itu sendiri. Salah satu bukti kita melanggar ayat di atas adalah betapa banyak di kalangan kita yang tidak membayar zakatnya terutama zakat mal. Ini adalah sebuah pelanggaran.

Kalau manusia mau beriman dan beramal shalih dengan menjalankan semua perintah (di antaranya membayar zakat sebagaimana mestinya) dan menjauhi segala laranganNya (di antaranya menanggalkan beban pajak atas kaum muslimin), niscaya Allah akan berikan janji-Nya yaitu keberkahan yang turun dari langit dan dari bumi.
Bukankah kita menyaksikan beberapa negeri yang kondisi alamnya kering lagi tandus, tetapi tatkala mereka mengindahkan sebagian besar perintah Allah, maka mereka mendapatkan apa yang dijanjikan Allah berupa berkah/kebaikan yang melimpah dari langit dan bumi, mereka dapat merasakan semua kenikmatan dunia.

Sebaliknya, betapa banyak negeri yang kondisi alamnya sangat strategis untuk bercocok tanam dan sangat subur, tetapi tatkala penduduknya ingkar kepada Allah dan tidak mengindahkan sebagian besar perintah-Nya, maka Allah hukum mereka dengan ketiadaan berkah dari langit dan bumi mereka, kita melihat hujan sering turun, tanah mereka subur nan hijau, tetapi mereka tidk pernah merasakan berkah yang mereka harapkan.

Penutup
Setelah jelas bahwa pajak merupakan salah satu bentuk kezhaliman yang nyata, timbul pertanyaan : “Apakah seorang muslim menolak dan menghindar dari praktek pajak yang sedang berjalan atau sebaliknya?”
Setiap muslim wajib mentaati pemimpinnya selama pemimpin itu masih dalam kategori muslim dan selama pemimpinnya tidak memerintahkan suatu kemaksiatan. Memang, pajak termasuk kezhaliman yang nyata.

Akan tetapi, kezhaliman yang dilakukan pemipimpin tidak membuat ketaatan rakyat kepadanya gugur/batal, bahkan setiap muslim tetap harus taat kepada pemimpinnya yang muslim, selama perintahnya bukan kepada kemaksiatan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum bahwa akan datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap kaum muslimin :

يارسول الله أفلا ننابذهم عند ذلك؟ قال:لا.ما أقاموافيكم الصلاة. لا.ما أقاموافيكم الصلاة {

رواه مسلم}
“Bolehkah melawan/memberontak?”. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab ; “Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat”. Hadits riwayat Muslim.

Bahkan kezhaliman pemimpin terhadap rakyatnya dalam masalah harta telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana seharusnya rakyat menyikapinya. Dalam sebuah hadits yang shahih, setelah berwasiat kepada kaum muslimin agar selalu taat kepada Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada kaum muslimin supaya selalu mendengar dan mentaati pemimpin walaupun seandainya pemimpin itu seorang hamba sahaya (selagi dia muslim).

Dijelaskan lagi dalam satu hadits yang panjang, setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan akan datangnya pemimin yang zahlim yang berhati setan dan berbadan manusia, Hudzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu ‘anhu bertanya tentang sikap manusia ketika menjumpai pemimpin seperti ini. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab.
“Dengarlah dan patuhlah (pemimpinmu)! Walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil (paksa) hartamu”
Allahu A’lam.