Skala Prioritas dan Etika Perbedaan

9:29 AM Posted In Edit This 3 Comments »

Di kalangan umat Muslim Indonesia, acapkali terjadi perbedaan dalam menentukan hari Raya iedul fitri maupun hari Raya iedul adha, sehingga moment penting dalam perayaan hari kemenangan itu, kebahagiaanya tercemari bagi sebagian kalangan, karena belum adanya kepastian waktu yang tepat untuk diikuti, sehingga menimbulkan kebingungan dan kebimbangan.

Hal ini juga terkadang membuat potensi perpecahan di kalangan anggota keluarga, masyarakat, organisasi dll, yang menganggap pilihannya adalah yang terbenar dan yang lainnya pilihan yang salah bahkan mendekati haram. Belum lagi, kebersamaan yang biasanya selalu hadir di moment ini, tidak lagi menjadi utuh, anak berbeda dengan orang tuanya, berbeda dengan kerabat atau berbeda dengan teman sekampung. Sungguh, hal ini terasa lebih banyak mudhorotnya dari pada baiknya, meskipun penulis sendiri pernah mengambil manfaat dari perbedaan ini secara kebetulan.

Alkisah : Penulis tinggal di Yogyakarta mengikuti keluarga bapak yang mayoritas mengikuti kegiatan organisasi Muhammadiyah yang mana dalam menentukan Hari Raya menggunakan metode Hisab, sehingga ketika itu diputuskan kami akan berhari Raya di hari Sabtu dan akan berkumpul dengan keluarga bapak, eyang dan satu keturunan (bani) di hari tersebut. Tradisi di tempat kami kehadiran pada acara tersebut setengah diwajibkan untuk mendatanginya, tapi di lain pihak nenek dari keluarga ibu yang tinggal di Sukabumi,Jawa Barat menghendaki kami sekeluarga untuk kumpul merayakan hari Raya pertama, sungguh suatu kebetulan.

Keluarga nenek adalah penganut NU yang dalam penentuan hari Rayanya menggunakan metode rukyah, dan pada saat itu memutuskan bahwa hari Raya jatuh pada hari Ahad, jadilah kami sekeluarga berhari Raya di Yogyakarta pada hari Sabtu dan mengikuti tradisi kumpul Bani di hari tersebut, dan setelah acara tersebut kami sekeluarga berangkat untuk pergi mudik ke Sukabumi, dan sampai disana tepat hari Ahad untuk merayakan hari Raya bersama keluarga ibu.

Hal ini adalah sekelumit cerita tentang dinamika sisi lain dari perbedaan penentuan hari Raya yang kebetulan pada saat itu kami merasa diuntungkan. Tapi meskipun begitu tentu saja penulis lebih menginginkan adanya kesatuan dalam penentuan hari Raya, sehingga menutup kemungkinan perpecahan yang membawa kemudlaratan dan kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang memanfaatkan perbedaan ini untuk menjatuhkan umat Islam. Na’udzubillah …..!

Namun tidak sepantasnya jika masalah keyakinan yang tidak bisa di satukan menjadikan perpecahan atau retaknya ukhuwah di antara umat muslim sendiri.
Lalu bagaimana sikap kita dalam menghadapi problematika seperti ini ???
Sebagai bagian dari umat Muslim, penulis mencoba memberikan sedikit kontribusi pemikiran untuk menyikapi perbedaan ini. semoga Allah pemilik ilmu memberikan petunjuk-Nya dan menjauhi dari kesalahan, Maha benar Allah.

Apa yang menyebabkan terjadinya perbedaan ???
Ternyata perselisihan dalam menentukan waktu hari Raya tidak hanya terjadi di antara ulama, tapi juga diperkeruh oleh orang-orang yang mengerti agama (munafik) atau oleh orang-orang yang hanya mengikuti akalnya sendiri tanpa dalil yang jelas. Sungguh tak mengherankan lagi jika cara yang digunakan untuk menentukan bulan hijriyah sampai saat ini belum bisa disatukan. Adanya perkembangan pengetahuan serta tafsir dari

informasi yang didapatkan pada zaman nabi membuat adanya banyak varian dalam menetapkan tanggal satu pada bulan hijriyah,tapi secara umum perselisihan ini dapat dibedakan menjadi beberapa permasalahan:
1. Ada yang menggunakan Hisab dan ada juga yang memakai rukyat.
2. Adanya perbedaan pendapat menyangkut mathla hilal di setiap negeri, ada yang mengikuti apa yang terjadi di Negara Saudi atau mathla di negerinya sendiri.
3. Ada yang menentukan tanggal satu berdasarkan saat new moon yang ditandai dengan adanya konjungsi (IJTIMAK) Matahari dan bulan. Ada yang ditentukan berdasarkan wujudul Hilal (Asalkan bulan sudah berada di atas ufuk), dan ada pula yang menggunakan rukyatul Hilal (kenampakan bulan sabit secara kasat mata).
4. Penggunaan Hisab juga tak lepas dari masalah perbedaan, ada beberapa varian kriteria terkait dengan berapa derajat bulan di atas ufuk dan berapa derajat sudut matahari dan bulan saat hilal bisa dikatakan terlihat.


Namun sebagian kelompok umat Islam dalam menentukan masuk awal bulan Hijriyah menggunakan rukyatul Hilal bil fi’li (melihat bulan secara langsung) sebagai keputusan final, sedangkan hisab hanya penunjang, jika bertentangan antara hisab dan rukyat, maka yang dijadikan patokan adalah rukyat. Hal ini berdasarkan sabda Rasullah SAW yang kemudian dilaksanakan para sahabat :
“Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan, kalau mendung bagimu, maka sempurnakan hitungan 30 hari.” (H.R. Bukhori)
Dan yang lain ada juga yang menggunakan hisab sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dalam menentukan masuknya bulan.


Akan tetapi ijtihad para ulama yang sebagian menggunakan rukyat ataupun hilal terdapat kebenaran diantara keduanya. Sebagai umat muslim yang berukhuwah, kita tidak boleh mengklaim kebenaran lalu menyalahkan yang lain dan seharusnya melihat perbedaan ini sebagai khilafiyah furu’yah yang tidak harus dipertentangkan lagi, tetapi ikutilah yang menjadi keyakinan atau kemantapan hati kita dan hendaknya kita saling toleran atas keyakinan orang lain, karena walau bagaimanapun ini adalah hasil ijtihad, yang mana jika benar akan mendapat pahala dua, dan yang salah dapt pahala satu.

Seyogyanya kita bersikap dewasa serta berpikir rasionalis dalam menyikapi perbedaan ini, karena perbedaan itu adalah suatu rahmat yang harus kita syukuri.
Walaupun berbeda namun kita tetap satu …..!!!!
Harapan besar bagi kita semua melihat umat muslim bersatu tanpa adanya perpecahan walau kita saling berbeda keyakinan satu sama lain.
Umat Muslim yang baik hendaknya saling menghormati serta menjunjung tinggi asas-asas Islam yang akan melahirkan ketentraman dan kenyamanan serta akan tercipta masyarakat yang rukun dan saling menghormati di antara sesamanya.

Tak ada yang perlu kita perdebatkan lagi akan masalah perbedaan yang ada ….! Seperti apa yang dituturkan oleh ust. Irwan Masduki Lc, bahwasanya tidak ada masalah dengan perbedaan ini asalkan rukun, metode itsbatnya memang beda dan semua berijtihad. NU dan Muhammadiyah sudah tidak saatnya di pertentangkan lagi, karena masih banyak isu-isu serta masalah sosial yang lebih penting untuk dibahas, yaitu soal pendidikan, kemiskinan, toleransi, terorisme,dll. Memperdebatkan hari Raya, jumlah raka’at taraweh dalam sholat, dan masalah furu’iyyah lainnya hanya akan membuang waktu saja. Lebih baik kita bangun toleransi dan kerukunan bersama dengan mengesampingkan perbedaan dan mencari kesamaan visi-misi.

NU dan Muhammadiyah sekarang punya tantangan yang sama, yaitu mengikis fanatisme sektarian di level akar rumput (masyarakat tingkat bawah) dan itu yang sekarang sedang diupayakan oleh para elit NU-Muhammadiyah.
Inilah tadi sekelumit hal unik yang sedang terjadi di kalangan atau di kehidupan masyarakat kita, walaupun kita beragama dan berwarga negara satu namun keyakinan kita berbeda-beda.

Namun permasalahan yang dihadapi kalangan orang awam adalah sangat minimnya sekali pengetahuan agama mereka, sehingga mereka hanya taqlid orang-orang yg menjadi kepercayaan mereka, naudzubillah min dzalik jika mereka sampai terbawa arus ke dalam golongan yang sesat.

Sudah menjadi kewajiban kita sebagai makhluk Allah SWT yang diberi kelebihan pengetahuan agama yang lebih, serta diberi kesempatan untuk menuntut ilmu di Negeri Islam, Negeri para Nabi memberikan pemahaman serta da’wah yang nyata kepada kepada masyarakat awam yang ada di sekitar kita. Tanpa kita sadari jika kita menengok keluar, maka kita akan menemukan banyak sekali orang-orang yang harus kita rangkul agar mereka tidak tersesat dan salah jalan.
Mari kita sama-sama saling memperhatikan kondisi dilematis ini …..!

3 comments:

cenit suryana ^___^ said...

din...berat euuyyy bacaanya...ada yg lebih fun gag:D yg tentang love kemarin enak tuh bacanya pie klo yg ini kaya baca replubika,,ato majalah majalah berta aja...:)
chayooo...terus berkarya jadi penulis besar hihih:D

Gadis Perantauan said...

nIt ... kalo berat di kurangi aja timbangannya, rebes kan ....hehhhe:D
'ala kulli hal syukron awieeee nit, udh bikinin dini blog n mengajari segala hal tentangnya. Kau lah segala insprirasi :) Thnks u frend ....:)

cenit suryana ^___^ said...

ana seneng punya temen kaya nt dinn,,punya ghiroh besar untuk segala sesuatu....
gak pernah setengah setengah selalu doa untukmu sayy,,jadi penulis besar jadi orang sukses amin^_^